Pesantren dalam Menyikapi New Normal

Strategi penerapan lockdown wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terbukti mampu menekan penyebaran Covid-19. Namun, penerapan strategi tersebut juga memiliki dampak negatif. Dari sektor ekonomi dampak tersebut terlihat dari banyaknya karyawan yang dirumahkan karena perusahaan berhenti produksi. Kemudian dari sektor pendidikan, semua aktivitas belajar mengajar harus dilakukan secara online. Sedangkan secara sistem tidak semua sekolah mampu menerapkan hal tersebut.

Tidak terkecuali pesantren. Terlebih dengan banyaknya santri yang tinggal dalam satu gedung. Hal ini memaksa pesantren harus memulangkan para santrinya dan san beralih mengaji secara online. Tentu bagi pesantren melakukan proses belajar mengajar secara daring di masa pandemi juga terdapat positif dan negatifnya. 

Positifnya santri tetap dapat mengaji meskipun di masa pandemi. Para santri juga ada kesempatan berlama-lama di rumah dengan keluarga. Tanpa adanya pandemi ini tentu berlama-lama dengan keluarga di rumah bagi santri sangatlah tidak mungkin. Pada hari-hari biasa pesantren tidak pernah memberikan libur panjang. Libur panjang hanya ketika hari raya idul fitri dan itu pun terkadang tidak lebih dari 2 minggu.

Negatifnya tentu sistem pembelajaran baru secara daring akan membuat para santri kewalahan. Terlebih hampir kebanyakan pesantren melarang santri-santrinya melakukan aktivitas yang berkaitan dengan teknologi ketika di pesantren. Misalnya tidak diperbolehkan membawa HP, Laptop dan peralatan elektronik lainnya. Aktivitas yang berkaitan dengan teknologi sangat dibatasi dan hanya diperbolehkan atas izin pengasuh.

Pembelajaran secara daring juga tidak memungkinkan para santri tatap muka langsung dengan para Kiai. Sehingga ini membuat santri juga kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam menyerap apa yang disampaikan oleh para Kyai. Selain itu, dari sisi pesantren juga akan kesusahan dalam mengawasi para santri dan memastikan para santri tersebut bisa mengikuti pembelajaran secara optimal.

Pemberlakuan New Normal di Pesantren

Dampak dari adanya pemberlakuan protokol kesehatan dengan demikian sangat terasa ke seluruh sektor kehidupan. Perlu adanya normalisasi kembali ke seluruh sektor terdampak tersebut. Meskipun saat ini virus Covid-19 belum dapat terkendali sepenuhnya. Namun pemberlakuan PSBB dan lockdown wilayah yang terlalu lama tentu dapat menyebabkan dampak sosial ekonomi yang lebih luas. Sehingga melihat situasi itu, pemerintah mulai memberlakukan sistem New Normal.

Pemberlakuan New Normal ini bisa diatur oleh pemerintah daerah setempat sesuai dengan kondisi persebaran Covid-19 di wilayah tersebut. Akhirnya di seluruh sektor kehidupan mulai menyambut ini dengan tetap mentaati protokol kesehatan. Tidak terkecuali pesantren.

1. Sistem Cluster

Pesantren berbeda-beda dalam menentukan strategi pelaksanaan New Normal ini. Beberapa pesantren ada yang menggunakan sistem cluster dalam mendatangkan santri-santrinya kembali. Misalnya cluster pertama 100 santri terlebih dahulu dan diutamakan yang tinggal di kota di mana pesantren tersebut berada. Kemudian dilanjut cluster berikutnya setelah dilakukan evaluasi terhadap cluster pertama. Selanjutnya pemanggilan santri pulang ke pesantren dilanjutkan di kota-kota yang paling dekat dengan pesantren. Dengan catatan untuk kota yang berada di zona merah/hitam tidak diperbolehkan dahulu untuk pulang ke pesantren.

Pesantren yang memiliki santri skala kecil, misalnya di bawah 100 santri juga ada yang menerapkan strategi demikian. Tentu meskipun santrinya berjumlah sedikit tidak semerta-merta bisa langsung memanggil santrinya secara serentak. Karena dengan santri yang sedikit biasanya juga gedung ataupun yang disediakan untuk santri pun juga tidak luas. Sehingga sangat memungkinkan untuk tidak melakukan physical distancing ketika di pondok.

2. Sistem kedaerahan

Terdapat juga pesantren yang menerapkan strategi yang mirip dengan strategi di atas namun lebih menekankan pada asal daerah dan tidak terpaku jumlah. Misalnya pesantren untuk cluster pertama memanggil pulang semua santrinya yang berasal dari Yogyakarta. Kemudian dievaluasi, jika efektif dan tidak menimbulkan dampak negatif bagi sebaran Covid-19 maka dilanjutkan kota selanjutnya.

3. Memperketat protokol kesehatan

Terdapat juga pesantren yang langsung memanggil santrinya secara keseluruhan namun dengan protokol yang sangat ketat. Misalnya harus membawa surat keterangan bebas Covid-19, membawa masker, masing-masing membawa hand sanitizer pribadi dan lain sebagainya. 

4. Menanggung biaya pemeriksaan

Ada juga bahkan pesantren yang menanggung secara penuh proses pemeriksaan seluruh santrinya. Misalnya beberapa pesantren yang telah memiliki rumah sakit pribadi. Setiap santri yang datang ke pondok harus transit terlebih dahulu di rumah sakit pondok dan melakukan pemeriksaan. Jika positif akan dirujuk ke rumah sakit lainnya atau dirawat di rumah sakit pesantren jika masih memungkinkan. 

Strategi di atas juga dapat dilakukan oleh pesantren-pesantren yang mungkin masih kesulitan dalam menentukan strategi yang pas dalam menentukan proses pemanggilan seluruh santri untuk pulang ke pesantren.

Back to top
%d bloggers like this: